Sabtu, 19 Oktober 2013

Cerpen Buatan Gue . . Yang dikirim ke lomba dan GAGAL (1)


Di Malam Minggu ini, gue bakal nepatin janji gue untuk nge-share novel gue yang gagal dengan mempesona kemaren. janji gue yang ada di episode "Harapan gue selama 1 tahun kedepan".

Dan gue akan ngeshare yang gaya bahasanya bang Radit DAMN dulu. oke langsung aja, Jebrettt ..









CINTA MONYET

                Pernahkah kalian ngrasa’in gimana kampretnya cinta monyet waktu masih kecil dan unyu-unyu. Ato paling nggak jatuh cinta ke someone saat lo masih belum puber. Pasti pernah kan..?? kalo nggak pernah mungkin kalian waktu kecil kebanyakan gaul sama spongebob.

Entah kenapa anak SD yang lagi masa jatuh cinta itu disebut “Lagi Cinta monyet’an”. Padahal gue belum pernah nemu’in monyet pacaran waktu mereka SD. Kenapa nggak yang lebih keren gitu “Cinta Phycecanthropus”, ato yang lebih menggambarkan ke kanak-kanak’an seperti “Cinta Thomas and Friend”, ato “Cinta Idola cilik” gitu..?? *Emang Nyambung..??*

Jatuh cinta waktu kecil itu menyiksa banget, kalian bakal punya kemaluan yang besar banget (Baca = rasa malu yang besar banget), untuk bisa ngungkapin secara gentleman di depan pujaan hati kalian. Seperti yang gue alamin saat jatuh cinta ke cewek pujaan gue waktu SD dulu. Waktu itu gue kelas 4 SD, betul sekali gue saat itu bahkan belum dapat ilmu biologi, entah kenapa hormon sexualitas gue gede banget saat itu. Ato mungkin waktu itu gue akil balig terlalu dini, waktu SD bulu ketek gue udah tumbuh dan menjuntai dengan indah, tapi kampretnya suara gue waktu kecil cempreng banget kayak nenek-nenek PMS.

Karna dulu gue terobsesi banget dengan yang namanya menjadi playboy, jadi gue naksir cewek itu gonta-ganti, tapi satupun nggak ada yang berani gue ungkapin. Gue cuman sebatas bisa naksir doang, dan gue sebagai playboy yang gagal. My first Shit” cinta monyet gue, namanya adalah Sari. Si doi anaknya manis banget, tenang, pinter, imut, dewasa di umurnya, dan kriteria cewek ke ibu’an, mungkin waktu dewasa dia kategori cewek yang pandai menyusui.

Dia jadi semacam idola di kelas gue saat itu karna kelebihannya. Namun gue harus bersaing cinta dengan temen gue sekelas juga, namanya Budi. Si Budi ini orangnya humoris dan terkenal sebagai pelawak di SD gue dulu dan dia sama-sama naksir Sari. Tapi gue nggak terlalu nganggep Budi sebagai pesaing yang patut diperhitungkan, karna dari segi face gue lebih unggul dibandingin Budi. Tapi dari segi keberanian, Budi lebih unggul dibandingin gue. Budi sering nyatain rasa sukanya kepada Sari dan berkali-kali juga dia sering dicuekkin. Bahkan Sari hanya melengos dan memandang Budi dengan tatapan jijik. Mungkin dalam hati Sari ngomong “Najis Lu..!!”. Dan kalo sudah gitu, palingan budi merasa bahwa dia adalah najis yang lebih menjijikkan dari najis Mughaladah, bukan mandi 7 kali untuk membersihkannya, tapi harus syahadat ulang. Dia berkata dan teriak ke nyokapnya “AKUUUUU KOTORRRR MAMAAA ...!!”.

            Budi sering curhat ke gue perihal rasa sukanya pada Sari. Dan gue juga sering curhat ke dia perihal rasa suka gue ke Sari juga. Gue dulu berfikir kalo kita ini adalah temen yang paling sweet di sekolah, tapi setelah gue beranjak dewasa ini, gue berfikir itu menjijikkan banget. Udah kayak pasangan homo gitu, suka curhat-curhatan ke sesama jenis. Maka waktu gue udah mo lulus SMP, gue sms’in si Budi untuk njaga jarak dengan gue, takut perbuatan menjijikkan dulu terulang lagi.

            Perjuangan Budi untuk mengejar cintanya Sari juga bukan main-main. Budi suka nunjukkin rasa kasih sayangnya kepada Sari, Budi juga sering perhatian ke Sari, dan ada masanya Sari akan suka, ato kebanyakan keganggu dengan ulah Budi. Di mata gue Budi yang bertampang gahar dan extrem nggak lebih dari jongosnya Sari , tapi tetep aja gue merasa cemburu waktu Sari kadang-kadang tersenyum manis atas perhatian yang diberikan oleh Budi. Gue pengen banget sebenernya nunjukkin rasa sayang gue ke Sari dan minimal ndapetin senyuman manis dari doi, tapi ketidak beranian menutup impian itu. Walaupun gue unggul soal wajah, tapi soal keberanian gue kalah telak dibandingin Budi. Bisa aja keberanian dan rasa yang pantang menyerahnya itu yang membawa dia menuju ke tujuannya, dibandingin gue yang bahkan belum memasuki garis start.

Bukan tanpa usaha sebenernya gue untuk ndapetin cinta si Sari, walaupun nggak seberani usaha Budi, gue sering nunjukin perhatian walaupun secara nggak langsung ke Sari. Kayak ngirimin jepitan rambut dan secara sembunyi-sembunyi gue taruh ke tasnya tanpa ada seorang pun yang tau, bahkan si Budi. Tapi gue tetep aja nggak berani nglampir’in nama gue sebagai pengirim jepitan rambut ke Sari. Sari suka bingung waktu dia nemu’in hampir setiap minggu ada jepitan rambut yang bertimpah ruah di dalam tasnya. Walaupun dia bingung, kadang-kadang dia juga senyum-senyum sendiri setelah ngeliat jepitan rambut misterius itu. Dia tanya-tanya temen sekelilingnya barang kali mereka tau siapa yang ngirim tu penjepit setiap minggu, dan bahkan dia nanya’in ke gue tentang pengirim jepit rambut itu. Di dalam hati gue pengen jawab seperti ini :

“Mungkin di kelas ini ada yang diam-diam jadi pengagum rahasia lo sar, mungkin dia sayang banget sama lo, jatuh cinta sama lo dan dia jadi seperti itu karna nggak berani ngungkapinnya, karna takut lo tolak, ato mungkin takut di olok-olok sama temen-temen sekelas”.

Tapi jawaban yang meluncur dari mulut gue adalah :

“Mungkin itu hadiah ulang taun lo..”.

“Gue kan nggak ulang taun, ulang taun gue udah kelewat 6 bulan yang lalu”, Kata Sari.

“Mungkin dia nggak tau tanggal ulang taun lo”, jawab gue spontan dan penuh kebodohan.

            Perjuangan gue untuk ndapetin cinta dari Sari semakin tertutup rapat setelah Sari sering disanding-sandingin sama sosok di kelas gue, yang sialnya lebih rupawan dari gue, lebih pinter dari gue, lebih tajir dari gue, dan tentunya lebih pinter ngomong dibandingin gue, namanya Alex. Gue semakin ciut nyali, gue akhirnya memutuskan untuk mundur dari perang sebelum gue tertusuk pedang “Sakit Hati”. Applause buat Budi yang dalam keada’an seperti itu masih juga belum menyerah dan malah bertekat untuk mengalahkan Alex. Gue merasa kecil, kecil banget.
            Gue berpindah ke puja’an hati yang lain, namanya Yesi. Doi anaknya item manis, apalagi klo dia senyum itu manis banget. Bahkan gue minum kopi item pait sambil mandangin dia senyum aja kopi gue jadi..... tetep pait. Dan sama seperti sebelumnya, gue hanya bisa mendem perasa’an gue dan nggak berani ngungkapin, gue simpen rahasia ini dan nggak ada satu temenpun yang tau, bahkan si Budi. Tapi episode hari itu mengubah segalanya :

            Pada suatu hari hiduplah 5 ekor anak belum disunat kurang kerja’an ngumpul di sebuah gudang tua dan menjalani ritual yang paling tolol sejagat sekolah. 5 ekor anak itu adalah gue, Budi dan 3 temen gue yang lain yaitu Mugik, Mahesi dan Martin.

Saat itu adalah jam istirahat sekolah, dan kami biasanya menghabiskan waktu istirahat sekolah di bangunan sekolah yang sudah tak terpakai lagi. Awalnya biasa saja, setelah terdengar usulan paling menyebalkan dari pelawak sekolah, si Budi.

“Gimana kalo kita maen game”, usul si Budi.

“Apa’an..??”, Tanya Mugik.

Game menyatakan kejujuran kita tentang siapa yang kita sukai di kelas, dan ini khusus hanya kita ber-empat aja yang tau, gimana..??”

Trio M (Mugik, Martin, Mahesi) menyetujui game konyol yang digagas oleh Budi. Gue sendiri yang belum menanggepi untuk setuju ato tidak perihal game itu, karna pada saat yang sama gue sedang menyembunyikan puja’an hati gue yang baru dari publik.

“Oke semua setuju, ayo kita hom pimpa untuk menentukan urutan yang akan menyatakan siapa yang pertama kali mengakui”, Kata Budi menohok.

“HEEEHHHH KAMPREEETTT, GUA KAN BELUM NGOMONG SETUJU”.
“UDAH DIPUTUSKAN BUNG..!! KALO pun LO NGGAK SETUJU, SUARA YANG SETUJU 4 KALI LEBIH BANYAK DARI YANG NGGAK SETUJU. INGAT INI NEGARA DEMOKRASI BUNG...!!!”, katanya berapi-api, udah kayak ormas mahasiswa lagi demo menuntut harga kenaikan susu.

Trio M tadi cuman manggut-manggut menyetujui teriakan dari Budi. Gue nggak bisa omong apa-apa, mo keluar dan kabur dari acara itu, takut ntar diasingkan dari pergaulan. So, gue terpaksa nurut aja.

            Budi bertindak sebagai moderator acara tersebut, dan dia mulai ngajak kita untuk Hom pimpa, gue berharap banget saat itu ada Tsunami yang menyapu daerah sekolah kami, dan syukur-syukur kalo Budi doang yang terseret gelombangnya. Tapi impian gue cukup bodoh, karna sekolah gue itu bukan daerah pesisir tapi daerah pinggir sawah, jadi impian gue cuma berharap ribuan burung pemakan padi nyerang dan matukin kepala Budi.

            Gue kebagian nomer urut kedua dalam acara konyol itu, sang Moderator kebagian urut pertama untuk ngungkapin siapa yang dia suka. Dan Trio M, berurutan dari Martin, Mahesi dan Mugik.

“Oke, gue yang pertama. Gue mo jujur bahwa selama ini gue menyukai seseorang di kelas kita. Dia adalah. . . . . . Dia adalaaahhhhh . . . . . .”. kata Budi membuat penasaran.

Trio M keliatan nggak sabar, keliatan dari mimik mereka, mata melotot, bibir dibengong-bengong’in, keluar cairan aneh dari lubang telinga dan hidung, jalan sempoyongan. Ternyata mereka kalo penasaran memang mirip orang sakaw. Dan gue yang kesel abis sama Budi dan udah tau siapa yang bakal dimaksud Budi, langsung aja gue nyeplos.
“SARI ... !!”, kata gue meneruskan kalimat Budi.

“WOEEEEYYYY, KAMPRET LO NGRUSAK MOMEN GUE AJA SIHH..”. tereak  Budi nggak terima momentnya dirusak.

“Kelama’an, ntar keburu Belanda njajah lagi..”. Jawab gue ogah-ogahan.

“Belanda nggak pernah nyerang Indonesia tau, yang njajah kita itu Ethyopia.”, jawab Budi yang memang IQnya setara dengan mamalia.

“TAUUU AHH GELAP”. Kata gue.

“Ya kan, lo salah dan nggak bisa jawab lagi.” Budi dengan semangat mencoba memojokkan gue.
“UDAAAHHHH CUKUPPP ...”.

*hening beberapa menit*

“IYAAA KANN LO SALAAHHH..”. Katanya lagi
.
“Loo suka Sari broo..??”, Kata Mugik menyelamatkan suasana.

Budi yang masih kesel karna momen menegangkannya dirusak, menjawab dengan ketus “IYA KENAPA EMANG..??”.

“CIEEEEEEEEEEEEEEEEE ......”, kata Trio M hampir bebarengan.

“Sekarang giliran lo fiq, sebutkan siapa yang lo suka..??”, kata Budi ke gue.

“Ini harus ya...??”, tanya gue.

“Ya wajib lah ini kan udah disepakati bersama.” Kata Budi yang masih sok-sok’an bergaya ala moderator profesional.

Gue mencoba menenangkan diri dan menyiapkan mental untuk ngomong ke mereka tentang siapa yang gue suka di kelas. Gue amatin wajah temen gue yang hadir di acara itu satu persatu. Budi yang tampak tidak tertarik dengan giliran gue, mungkin dia berfikir kalo gue juga akan  menyebut Sari karna gue sering curhat ke dia. Dan Trio M yang masih dengan tampang penasaran tapi mirip orang sakaw.

Gue mencoba mengulur waktu, dan berharap nenek gue dateng ke sekolah dan bilang ke gue :

“Nak, kucingmu meninggal ...!!??”.

Dan agar dramatis dan menarik simpati temen-temen gue, gue juga bakal jawab
“APA NEK, KUCING GUE SI UNIL MENINGGAL..?? UNIL YANG SELAMA INI MENEMANI HIDUP SAYA YANG PENUH LIKA-LIKU INI. UNIL YANG SELAMA INI RELA BERBAGI MAKANAN DENGAN SAYA. SEKARANG SUDAH TIADA NEK.... ??
 BAWA SAYA SEKARANG NEK KE DIA DAN BIARKAN SAYA MENINGGALKAN ACARA INI UNTUK MENEMUI UNIL UNTUK YANG TERAKHIR KALINYA NEK, BAWA SAYA SEKARANG NEK..!!

Tapi harapan gue tinggalah harapan. Jadi terpaksa gue harus jujur ke mereka ber-empat.

“Yang gue suka di kelas adalah . . . . . ., tapi ini sebatas suka loh . . . .  Dan yang gue suka di kelas kita adalah . . . . . . . “, gue masih coba mengulur waktu
.
Trio M tambah bertampang sakaw dari yang pertama, dan Budi masih nggak tertarik.

“Adalaahhh . . . . . .  Yesi”, kata gue pelan.

Budi langsung bengong dan terkaget-kaget, dia mandangin gue untuk minta penjelasan yang jelas, dari mukanya dia kayaknya nggak nyangka kalo gue bakal berpindah puja’an hati ke Yesi.

“APAAAAAA  LO  SUKA YESI FIQ ...??, Tanya Martin memperjelas.

“IYA”,  jawab gue.

“CIIIIEEEEEEEEEEEEEE ...”, lagi-lagi Trio M ber cie panjang.

“APAAAAA BROOO . . . LO BERPALING DARI SARI DAN SEKARANG PINDAH KE YESI.

. kenapa bro.?? Apa kurangnya Sari . . . ??”, Teriak Budi yang paling terkaget-kaget dari ke-empat manusia absurd di situ.

Budi KAMPRET, dia pake bilang lagi kalo gue pernah suka sama Sari. Tak ayal Trio “cecunguk” M itu bercie panjang dan bersuit-suit di gudang itu.

Dan sialnya bel tanda masuk kelas udah berbunyi, dan Trio M selamat karna nggak nyebutin siapa yang mereka suka. Gue merasa kesel banget karna dua rahasia yang semestinya tidak patut di omongin saat itu terbongkar sudah. Dan Budi masih tetep ndesek gue buat minta penjelasan lebih lanjut perihal pengakuan gue.

Dan beberapa hari kemudian, berita gue suka sama dua cewek sekaligus di kelas tersebar sudah. Ini pasti ulah kampret dari Trio M. Gue udah kayak playboy yang gagal total di kelas itu. Sari dan Yesi yang mengetahui berita itu juga terlihat nggak serius nanggepinya, itu bukti kalo mereka nggak ada feeling sama gue. Dan mereka tetep konsisten buat jadi temen gue aja. Gue galau, setiap hari gue rentan galau. Sialnya zaman itu belum ada sosmed, jadi gue nggak bisa update status galau dan tweet galau.

Iya itu pengalaman cinta monyet’an gue yang berakhir tragis. Bukan hal yang membanggakan memang. Tapi ya sudahlah, semoga gue yang masih Tuna asmara ini cepet mendapatkan jodoh yang sehati, seiman dan se – se lainnya. Semoga..!! *Kenapa jadi curhat..??*

Pelajaran Moral :
Cobalah jujur kalo itu menyangkut masalah hati, lebih baik terbuka daripada ujung-ujungnya lo sakit hati, galau, depresi.




cerpen ini adalah hasil pengalaman gue waktu masih belum disunat, masih SD dan masih imut-imut. Tkoh diatas real, yaitu temen2 gue waktu SD di SDn Kertosari 01. dan seperti yang kalian ketahui bahwa cerpen ini gagal dengan mempesona. mungkin dewaqn juri menilai dari gaya bahasa sastra, bukan curhatan nggak jelas kek gini, oke guys, lain waktu gue update'in cerpen gue yang satunya lagi. cerpen ini, juga bakal masuk novel yang gue bikin. oke Have a nice Malming Day. gue agak meriang nih, dari tadi pagi dehidrasi mulu bawaannya . . . Mo istirahat bentar . . 


Share this article :

0 komentar: