Dan gue akan ngeshare yang gaya bahasanya bang Radit DAMN dulu. oke langsung aja, Jebrettt ..
CINTA MONYET
Pernahkah kalian ngrasa’in gimana kampretnya cinta monyet waktu masih kecil dan
unyu-unyu. Ato paling nggak jatuh cinta ke someone saat lo masih belum
puber. Pasti pernah kan..?? kalo nggak pernah mungkin kalian waktu kecil
kebanyakan gaul sama spongebob.
Entah kenapa anak SD
yang lagi masa jatuh cinta itu disebut “Lagi Cinta monyet’an”. Padahal gue
belum pernah nemu’in monyet pacaran waktu mereka SD. Kenapa nggak yang lebih
keren gitu “Cinta Phycecanthropus”, ato yang lebih
menggambarkan ke kanak-kanak’an seperti “Cinta Thomas and Friend”, ato “Cinta Idola
cilik” gitu..?? *Emang Nyambung..??*
Jatuh cinta waktu kecil
itu menyiksa banget, kalian bakal punya kemaluan yang besar banget (Baca = rasa
malu yang besar banget), untuk bisa ngungkapin secara gentleman di depan pujaan hati
kalian. Seperti yang gue alamin saat jatuh cinta ke cewek pujaan gue waktu SD
dulu. Waktu itu gue kelas 4 SD, betul sekali gue saat itu bahkan belum dapat
ilmu biologi, entah kenapa hormon
sexualitas
gue gede banget saat itu. Ato mungkin waktu itu gue akil balig terlalu dini,
waktu SD bulu ketek gue udah tumbuh dan menjuntai dengan indah, tapi kampretnya
suara gue waktu kecil cempreng banget kayak nenek-nenek PMS.
Karna dulu gue terobsesi
banget dengan yang namanya menjadi playboy, jadi gue naksir cewek itu gonta-ganti, tapi satupun
nggak ada yang berani gue ungkapin. Gue cuman sebatas bisa naksir doang, dan
gue sebagai playboy yang gagal. My first “Shit” cinta monyet gue,
namanya adalah Sari. Si doi anaknya manis banget, tenang, pinter, imut, dewasa
di umurnya, dan kriteria cewek ke ibu’an, mungkin waktu dewasa dia kategori
cewek yang pandai menyusui.
Dia jadi semacam idola
di kelas gue saat itu karna kelebihannya. Namun gue harus bersaing cinta dengan
temen gue sekelas juga, namanya Budi. Si Budi ini orangnya humoris dan terkenal
sebagai pelawak di SD gue dulu dan dia sama-sama naksir Sari. Tapi gue nggak
terlalu nganggep Budi sebagai pesaing yang patut diperhitungkan, karna dari
segi face gue lebih unggul
dibandingin Budi. Tapi dari segi keberanian, Budi lebih unggul dibandingin gue.
Budi sering nyatain rasa sukanya kepada Sari dan berkali-kali juga dia sering
dicuekkin. Bahkan Sari hanya melengos dan memandang Budi dengan tatapan jijik.
Mungkin dalam hati Sari ngomong “Najis Lu..!!”. Dan kalo sudah gitu, palingan
budi merasa bahwa dia adalah najis yang lebih menjijikkan dari najis Mughaladah, bukan mandi 7 kali
untuk membersihkannya, tapi harus syahadat ulang. Dia berkata dan teriak ke nyokapnya “AKUUUUU
KOTORRRR MAMAAA ...!!”.
Budi sering curhat ke gue perihal rasa sukanya pada Sari.
Dan gue juga sering curhat ke dia perihal rasa suka gue ke Sari juga. Gue dulu
berfikir kalo kita ini adalah temen yang paling sweet
di sekolah, tapi setelah gue beranjak dewasa ini, gue berfikir itu menjijikkan
banget. Udah kayak pasangan homo gitu, suka curhat-curhatan ke sesama jenis.
Maka waktu gue udah mo lulus SMP, gue sms’in si Budi untuk njaga jarak dengan
gue, takut perbuatan menjijikkan dulu terulang lagi.
Perjuangan Budi untuk mengejar cintanya Sari juga bukan
main-main. Budi suka nunjukkin rasa kasih sayangnya kepada Sari, Budi juga
sering perhatian ke Sari, dan ada masanya Sari akan suka, ato kebanyakan
keganggu dengan ulah Budi. Di mata gue Budi yang bertampang gahar dan extrem nggak lebih dari
jongosnya Sari , tapi tetep aja gue merasa cemburu waktu Sari kadang-kadang
tersenyum manis atas perhatian yang diberikan oleh Budi. Gue pengen banget
sebenernya nunjukkin rasa sayang gue ke Sari dan minimal ndapetin senyuman
manis dari doi, tapi ketidak beranian menutup impian itu. Walaupun gue unggul
soal wajah, tapi soal keberanian gue kalah telak dibandingin Budi. Bisa aja
keberanian dan rasa yang pantang menyerahnya itu yang membawa dia menuju ke
tujuannya, dibandingin gue yang bahkan belum memasuki garis start.
Bukan tanpa usaha
sebenernya gue untuk ndapetin cinta si Sari, walaupun nggak seberani usaha
Budi, gue sering nunjukin perhatian walaupun secara nggak langsung ke Sari. Kayak
ngirimin jepitan rambut dan secara sembunyi-sembunyi gue taruh ke tasnya tanpa
ada seorang pun yang tau, bahkan si Budi. Tapi gue tetep aja nggak berani
nglampir’in nama gue sebagai pengirim jepitan rambut ke Sari. Sari suka bingung
waktu dia nemu’in hampir setiap minggu ada jepitan rambut yang bertimpah ruah
di dalam tasnya. Walaupun dia bingung, kadang-kadang dia juga senyum-senyum
sendiri setelah ngeliat jepitan rambut misterius itu. Dia tanya-tanya temen
sekelilingnya barang kali mereka tau siapa yang ngirim tu penjepit setiap
minggu, dan bahkan dia nanya’in ke gue tentang pengirim jepit rambut itu. Di
dalam hati gue pengen jawab seperti ini :
“Mungkin di kelas ini
ada yang diam-diam jadi pengagum rahasia lo sar, mungkin dia sayang banget sama
lo, jatuh cinta sama lo dan dia jadi seperti itu karna nggak berani
ngungkapinnya, karna takut lo tolak, ato mungkin takut di olok-olok sama
temen-temen sekelas”.
Tapi jawaban yang
meluncur dari mulut gue adalah :
“Mungkin itu hadiah
ulang taun lo..”.
“Gue kan nggak ulang
taun, ulang taun gue udah kelewat 6 bulan yang lalu”, Kata Sari.
“Mungkin dia nggak tau
tanggal ulang taun lo”, jawab gue spontan dan penuh kebodohan.
Perjuangan
gue untuk ndapetin cinta dari Sari semakin tertutup rapat setelah Sari sering
disanding-sandingin sama sosok di kelas gue, yang sialnya lebih rupawan dari
gue, lebih pinter dari gue, lebih tajir dari gue, dan tentunya lebih pinter
ngomong dibandingin gue, namanya Alex. Gue semakin ciut nyali, gue akhirnya
memutuskan untuk mundur dari perang sebelum gue tertusuk pedang “Sakit Hati”. Applause buat Budi yang dalam keada’an seperti itu masih juga belum menyerah
dan malah bertekat untuk mengalahkan Alex. Gue merasa kecil, kecil banget.
Gue berpindah ke puja’an hati yang lain, namanya Yesi. Doi
anaknya item manis, apalagi klo dia senyum itu manis banget. Bahkan gue minum
kopi item pait sambil mandangin dia senyum aja kopi gue jadi..... tetep pait.
Dan sama seperti sebelumnya, gue hanya bisa mendem perasa’an gue dan nggak
berani ngungkapin, gue simpen rahasia ini dan nggak ada satu temenpun yang tau,
bahkan si Budi. Tapi episode hari itu mengubah segalanya :
Pada
suatu hari hiduplah 5 ekor anak belum disunat kurang kerja’an ngumpul di sebuah
gudang tua dan menjalani ritual yang paling tolol sejagat sekolah. 5 ekor anak
itu adalah gue, Budi dan 3 temen gue yang lain yaitu Mugik, Mahesi dan Martin.
Saat itu adalah jam
istirahat sekolah, dan kami biasanya menghabiskan waktu istirahat sekolah di
bangunan sekolah yang sudah tak terpakai lagi. Awalnya biasa saja, setelah
terdengar usulan paling menyebalkan dari pelawak sekolah, si Budi.
“Gimana kalo kita maen game”, usul si Budi.
“Apa’an..??”, Tanya
Mugik.
“Game menyatakan kejujuran
kita tentang siapa yang kita sukai di kelas, dan ini khusus hanya kita
ber-empat aja yang tau, gimana..??”
Trio M (Mugik, Martin,
Mahesi) menyetujui game konyol yang digagas
oleh Budi. Gue sendiri yang belum menanggepi untuk setuju ato tidak perihal game itu, karna pada saat
yang sama gue sedang menyembunyikan puja’an hati gue yang baru dari publik.
“Oke semua setuju, ayo
kita hom
pimpa
untuk menentukan urutan yang akan menyatakan siapa yang pertama kali mengakui”,
Kata Budi menohok.
“HEEEHHHH KAMPREEETTT,
GUA KAN BELUM NGOMONG SETUJU”.
“UDAH DIPUTUSKAN
BUNG..!! KALO pun LO NGGAK SETUJU, SUARA YANG SETUJU 4 KALI LEBIH BANYAK DARI
YANG NGGAK SETUJU. INGAT INI NEGARA DEMOKRASI BUNG...!!!”, katanya berapi-api,
udah kayak ormas mahasiswa lagi demo menuntut harga kenaikan susu.
Trio M tadi cuman
manggut-manggut menyetujui teriakan dari Budi. Gue nggak bisa omong apa-apa, mo
keluar dan kabur dari acara itu, takut ntar diasingkan dari pergaulan. So, gue terpaksa nurut
aja.
Budi bertindak sebagai moderator acara tersebut, dan dia
mulai ngajak kita untuk Hom
pimpa,
gue berharap banget saat itu ada Tsunami yang menyapu daerah sekolah kami, dan
syukur-syukur kalo Budi doang yang terseret gelombangnya. Tapi impian gue cukup
bodoh, karna sekolah gue itu bukan daerah pesisir tapi daerah pinggir sawah,
jadi impian gue cuma berharap ribuan burung pemakan padi nyerang dan matukin
kepala Budi.
Gue kebagian nomer urut kedua dalam acara konyol itu,
sang Moderator kebagian urut pertama untuk ngungkapin siapa yang dia suka. Dan
Trio M, berurutan dari Martin, Mahesi dan Mugik.
“Oke, gue yang pertama.
Gue mo jujur bahwa selama ini gue menyukai seseorang di kelas kita. Dia adalah.
. . . . . Dia adalaaahhhhh . . . . . .”. kata Budi membuat penasaran.
Trio M keliatan nggak
sabar, keliatan dari mimik mereka, mata melotot, bibir dibengong-bengong’in,
keluar cairan aneh dari lubang telinga dan hidung, jalan sempoyongan. Ternyata
mereka kalo penasaran memang mirip orang sakaw. Dan gue yang kesel abis sama
Budi dan udah tau siapa yang bakal dimaksud Budi, langsung aja gue nyeplos.
“SARI ... !!”, kata gue
meneruskan kalimat Budi.
“WOEEEEYYYY, KAMPRET LO
NGRUSAK MOMEN GUE AJA SIHH..”. tereak
Budi nggak terima momentnya dirusak.
“Kelama’an, ntar keburu
Belanda njajah lagi..”. Jawab gue ogah-ogahan.
“Belanda nggak pernah
nyerang Indonesia tau, yang njajah kita itu Ethyopia.”, jawab Budi yang memang
IQnya setara dengan mamalia.
“TAUUU AHH GELAP”. Kata
gue.
“Ya kan, lo salah dan
nggak bisa jawab lagi.” Budi dengan semangat mencoba memojokkan gue.
“UDAAAHHHH CUKUPPP
...”.
*hening beberapa menit*
“IYAAA KANN LO
SALAAHHH..”. Katanya lagi
.
“Loo suka Sari
broo..??”, Kata Mugik menyelamatkan suasana.
Budi yang masih kesel
karna momen menegangkannya dirusak, menjawab dengan ketus “IYA KENAPA
EMANG..??”.
“CIEEEEEEEEEEEEEEEEE
......”, kata Trio M hampir bebarengan.
“Sekarang giliran lo
fiq, sebutkan siapa yang lo suka..??”, kata Budi ke gue.
“Ini harus ya...??”,
tanya gue.
“Ya wajib lah ini kan
udah disepakati bersama.” Kata Budi yang masih sok-sok’an bergaya ala moderator
profesional.
Gue mencoba menenangkan
diri dan menyiapkan mental untuk ngomong ke mereka tentang siapa yang gue suka
di kelas. Gue amatin wajah temen gue yang hadir di acara itu satu persatu. Budi
yang tampak tidak tertarik dengan giliran gue, mungkin dia berfikir kalo gue
juga akan menyebut Sari karna gue sering
curhat ke dia. Dan Trio M yang masih dengan tampang penasaran tapi mirip orang
sakaw.
Gue mencoba mengulur
waktu, dan berharap nenek gue dateng ke sekolah dan bilang ke gue :
“Nak, kucingmu meninggal ...!!??”.
Dan agar dramatis dan
menarik simpati temen-temen gue, gue juga bakal jawab
“APA NEK, KUCING GUE SI
UNIL MENINGGAL..?? UNIL YANG SELAMA INI MENEMANI HIDUP SAYA YANG PENUH
LIKA-LIKU INI. UNIL YANG SELAMA INI RELA BERBAGI MAKANAN DENGAN SAYA. SEKARANG
SUDAH TIADA NEK.... ??
BAWA SAYA SEKARANG NEK KE DIA DAN BIARKAN SAYA
MENINGGALKAN ACARA INI UNTUK MENEMUI UNIL UNTUK YANG TERAKHIR KALINYA NEK, BAWA
SAYA SEKARANG NEK..!!
Tapi harapan gue
tinggalah harapan. Jadi terpaksa gue harus jujur ke mereka ber-empat.
“Yang gue suka di kelas
adalah . . . . . ., tapi ini sebatas suka loh . . . . Dan yang gue suka di kelas kita adalah . . .
. . . . “, gue masih coba mengulur waktu
.
Trio M tambah
bertampang sakaw dari yang pertama, dan Budi masih nggak tertarik.
“Adalaahhh . . . . .
. Yesi”, kata gue pelan.
Budi langsung bengong
dan terkaget-kaget, dia mandangin gue untuk minta penjelasan yang jelas, dari
mukanya dia kayaknya nggak nyangka kalo gue bakal berpindah puja’an hati ke
Yesi.
“APAAAAAA LO
SUKA YESI FIQ ...??, Tanya Martin memperjelas.
“IYA”, jawab gue.
“CIIIIEEEEEEEEEEEEEE
...”, lagi-lagi Trio M ber cie panjang.
“APAAAAA BROOO . . . LO
BERPALING DARI SARI DAN SEKARANG PINDAH KE YESI.
. kenapa bro.?? Apa kurangnya
Sari . . . ??”, Teriak Budi yang paling terkaget-kaget dari ke-empat manusia absurd di situ.
Budi KAMPRET, dia pake
bilang lagi kalo gue pernah suka sama Sari. Tak ayal Trio “cecunguk” M itu
bercie panjang dan bersuit-suit di gudang itu.
Dan sialnya bel tanda
masuk kelas udah berbunyi, dan Trio M selamat karna nggak nyebutin siapa yang
mereka suka. Gue merasa kesel banget karna dua rahasia yang semestinya tidak
patut di omongin saat itu terbongkar sudah. Dan Budi masih tetep ndesek gue
buat minta penjelasan lebih lanjut perihal pengakuan gue.
Dan beberapa hari
kemudian, berita gue suka sama dua cewek sekaligus di kelas tersebar sudah. Ini
pasti ulah kampret dari Trio M. Gue udah kayak playboy yang gagal total di kelas itu. Sari dan Yesi yang
mengetahui berita itu juga terlihat nggak serius nanggepinya, itu bukti kalo
mereka nggak ada feeling sama gue. Dan mereka
tetep konsisten buat jadi temen gue aja. Gue galau, setiap hari gue rentan
galau. Sialnya zaman itu belum ada sosmed, jadi gue nggak bisa update status galau dan tweet galau.
Iya itu pengalaman
cinta monyet’an gue yang berakhir tragis. Bukan hal yang membanggakan memang.
Tapi ya sudahlah, semoga gue yang masih Tuna asmara ini cepet mendapatkan jodoh
yang sehati, seiman dan se – se lainnya. Semoga..!! *Kenapa jadi curhat..??*
Pelajaran Moral :
Cobalah
jujur kalo itu menyangkut masalah hati, lebih baik terbuka daripada
ujung-ujungnya lo sakit hati, galau, depresi.
cerpen ini adalah hasil pengalaman gue waktu masih belum disunat, masih SD dan masih imut-imut. Tkoh diatas real, yaitu temen2 gue waktu SD di SDn Kertosari 01. dan seperti yang kalian ketahui bahwa cerpen ini gagal dengan mempesona. mungkin dewaqn juri menilai dari gaya bahasa sastra, bukan curhatan nggak jelas kek gini, oke guys, lain waktu gue update'in cerpen gue yang satunya lagi. cerpen ini, juga bakal masuk novel yang gue bikin. oke Have a nice Malming Day. gue agak meriang nih, dari tadi pagi dehidrasi mulu bawaannya . . . Mo istirahat bentar . .
0 komentar:
Posting Komentar